You are currently viewing Mahasiswa Administrasi Negara FISIP Unila Menyelami Makna Kesaktian Pancasila di Dunia Maya

Mahasiswa Administrasi Negara FISIP Unila Menyelami Makna Kesaktian Pancasila di Dunia Maya

Bandar Lampung — Setiap tanggal 1 Oktober, suara lantang upacara bendera, pidato resmi, dan simbol-simbol kenegaraan hampir selalu menjadi wajah dari peringatan Hari Kesaktian Pancasila. Namun, di sebuah ruang kelas di Jurusan Administrasi Negara FISIP Universitas Lampung, suasana berbeda terasa.

Alih-alih hanya mengulang narasi sejarah, dosen mata kuliah Pancasila mengajak mahasiswa melakukan perjalanan kecil ke dunia yang lebih akrab bagi mereka: media sosial. Twitter/X, TikTok, hingga Instagram dijadikan jendela untuk melihat bagaimana masyarakat memaknai Pancasila hari ini (Rabu, 1/10/2025).

Bagi mahasiswa, tugas itu bukan sekadar mengumpulkan unggahan dengan tagar #HariKesaktianPancasila. Mereka diminta membaca lebih jauh, yakni dengan membedakan mana ucapan simbolik yang seremonial, mana refleksi kritis yang menggugah, dan mana yang sekadar pragmatis untuk pencitraan.

“Di balik poster ucapan atau video singkat, ada cerita tentang bagaimana bangsa ini memahami Pancasila. Dari situlah mahasiswa belajar bahwa Pancasila bukan hanya soal seremoni, melainkan juga tentang kesadaran bersama,” ujar dosen pengampu mata kuliah Pancasila, Vincensius Soma Ferrer.

Dari layar ponsel mereka, mahasiswa menemukan beragam wajah Pancasila: ada yang penuh hormat dan normatif, ada yang getir mengaitkannya dengan isu sosial-politik, ada pula yang digunakan untuk memperkuat citra. Semua itu menjadi bahan renungan: sejauh mana Pancasila benar-benar hidup dalam keseharian bangsa?

Tugas sederhana ini kemudian berubah menjadi refleksi mendalam. Mahasiswa belajar bahwa peringatan Hari Kesaktian Pancasila di era digital bukan sekadar ritual tahunan, melainkan ruang terbuka untuk berdialog, mengkritisi, dan menyalakan kembali nilai kebangsaan.

Dengan pendekatan ini, Jurusan Administrasi Negara FISIP Unila ingin menunjukkan bahwa perguruan tinggi bukan hanya tempat menimba teori, tetapi juga ruang di mana generasi muda dilatih untuk membaca tanda-tanda zaman—dan menjadikan Pancasila tetap relevan di tengah derasnya arus digital.